Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Ahad, 13 Jun 2010

Hadits-Hadits Palsu Tentang Keutamaan Solat Dan Puasa Di Bulan Rejab



Oleh: al-Ustadz Yazid bin ‘Abdil Qådir Jawwas

Apabila kita memperhatikan hari-hari, pekan-pekan, bulan-bulan, sepanjang tahun serta malam dan siangnya, niscaya kita akan mendapatkan bahwa Allah Yang Maha Bijaksana mengistimewakan sebagian dari sebagian lainnya dengan keistimewaan dan keutamaan tertentu.

Ada bulan yang dipandang lebih utama dari bulan lainnya, misalnya bulan Ramadhan dengan kewajiban puasa pada siangnya dan sunnah menambah ibadah pada malamnya. Di antara bulan-bulan itu ada pula yang dipilih sebagai bulan haram atau bulan yang dihormati, dan diharamkan berperang pada bulan-bulan itu.

Allah juga mengkhususkan hari Jum’at dalam sepekan untuk berkumpul shalat Jum’at dan mendengarkan khutbah yang berisi peringatan dan nasehat.

Ibnul Qayyim menerangkan dalam kitabnya, Zaadul Ma’aad1, bahwa Jum’at mempunyai lebih dari tiga puluh keutamaan, kendatipun demikian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang mengkhususkan ibadah pada malam Jum’at atau puasa pada hari Jum’at, sebagaimana sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Janganlah kalian mengkhususkan malam Jum’at untuk beribadah dari malam-malam yang lain dan jangan pula kalian mengkhususkan puasa pada hari Jum’at dari hari-hari yang lainnya, kecuali bila bertepatan (hari Jum’at itu) dengan puasa yang biasa kalian berpuasa padanya.”2

Allah Yang Mahabijaksana telah mengutamakan sebagian waktu malam dan siang dengan menjanjikan terkabulnya do’a dan terpenuhinya permintaan. Demikian Allah mengutamakan tiga generasi pertama sesudah diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mereka dianggap sebagai generasi terbaik apabila dibandingkan dengan generasi berikutnya sampai hari Kiamat. Ada beberapa tempat dan masjid yang diutamakan oleh Allah dibandingkan tempat dan masjid lainnya. Semua hal tersebut kita ketahui berdasarkan hadits-hadits yang shahih dan contoh yang benar.

Adapun tentang bulan Rajab, keutamaannya dalam masalah shalat dan puasa padanya dibanding dengan bulan-bulan yang lainnya, semua haditsnya sangat lemah dan palsu. Oleh karena itu tidak boleh seorang Muslim mengutamakan dan melakukan ibadah yang khusus pada bulan Rajab.

Di bawah ini akan saya berikan contoh hadits-hadits palsu tentang keutamaan shalat dan puasa di bulan Rajab.

HADITS PERTAMA

“Rajab bulan Allah, Sya’ban bulanku dan Ramadhan adalah bulan ummatku”

Keterangan: HADITS INI “ MAUDHU’

Kata Syaikh ash-Shaghani (wafat th. 650 H): “Hadits ini maudhu’.”3

Hadits tersebut mempunyai matan yang panjang, lanjutan hadits itu ada lafazh:

”Janganlah kalian lalai dari (beribadah) pada malam Jum’at pertama di bulan Rajab, karena malam itu Malaikat menamakannya Raghaaib…”

Keterangan: HADITS INI MAUDHU’

Kata Ibnul Qayyim (wafat th. 751 H):

“Hadits ini diriwayatkan oleh ‘Abdur Rahman bin Mandah dari Ibnu Jahdham, telah menceritakan kepada kami ‘Ali bin Muhammad bin Sa’id al-Bashry, telah menceritakan kepada kami Khalaf bin ‘Abdullah as-Shan’any, dari Humaid Ath-Thawil dari Anas, secara marfu’ 4

Kata Ibnul Jauzi (wafat th. 597 H):

“Hadits ini palsu dan yang tertuduh memalsukannya adalah Ibnu Jahdham, mereka menuduh sebagai pendusta. Aku telah mendengar Syaikhku Abdul Wahhab al-Hafizh berkata: “Rawi-rawi hadits tersebut adalah rawi-rawi yang majhul (tidak dikenal), aku sudah periksa semua kitab, tetapi aku tidak dapati biografi hidup mereka.”5

Imam adz-Dzahaby berkata:

“ ’Ali bin ‘Abdullah bin Jahdham az-Zahudi, Abul Hasan Syaikhush Shuufiyyah pengarang kitab Bahjatul Asraar dituduh memalsukan hadits.”

Kata para ulama lainnya:

“Dia dituduh membuat hadits palsu tentang shalat ar-Raghaa’ib.” 6

HADITS KEDUA

“Keutamaan bulan Rajab atas bulan-bulan lainnya seperti keutamaan al-Qur’an atas semua perkataan, keutamaan bulan Sya’ban seperti keutamaanku atas para Nabi, dan keutamaan bulan Ramadhan seperti keutamaan Allah atas semua hamba.”

Keterangan: HADITS INI MAUDHU’

Kata al Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalany: “Hadits ini palsu.”7

HADITS KETIGA:

“Barangsiapa shalat Maghrib di malam pertama bulan Rajab, kemudian shalat sesudahnya dua puluh raka’at, setiap raka’at membaca al-Fatihah dan al-Ikhlash serta salam sepuluh kali. Kalian tahu ganjarannya? Sesungguhnya Jibril mengajarkan kepadaku demikian.” Kami berkata: “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui, dan berkata: ‘Allah akan pelihara dirinya, hartanya, keluarga dan anaknya serta diselamatkan dari adzab Qubur dan ia akan melewati as-Shirath seperti kilat tanpa dihisab, dan tidak disiksa.’”

Keterangan: HADITS MAUDHU’

Kata Ibnul Jauzi:

“Hadits ini palsu dan kebanyakan rawi-rawinya adalah majhul (tidak dikenal biografinya).”8

HADITS KEEMPAT

“Barangsiapa puasa satu hari di bulan Rajab dan shalat empat raka’at, di raka’at pertama baca ‘ayat Kursiy’ seratus kali dan di raka’at kedua baca ‘surat al-Ikhlas’ seratus kali, maka dia tidak mati hingga melihat tempatnya di Surga atau diperlihatkan kepadanya (sebelum ia mati)”

Keterangan: HADITS INI MAUDHU’

Kata Ibnul Jauzy: “Hadits ini palsu, dan rawi-rawinya majhul serta seorang perawi yang bernama ‘Utsman bin ‘Atha’ adalah perawi matruk menurut para Ahli Hadits.”9

Menurut al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalany, ‘Utsman bin ‘Atha’ adalah rawi yang lemah. [Lihat Taqriibut Tahdziib (I/663 no. 4518)]

HADITS KELIMA

“Barangsiapa puasa satu hari di bulan Rajab (ganjarannya) sama dengan berpuasa satu bulan.”

Keterangan: HADITS INI SANGAT LEMAH

Hadits ini diriwayatkan oleh al-Hafizh dari Abu Dzarr secara marfu’.

Dalam sanad hadits ini ada perawi yang bernama al-Furaat bin as-Saa’ib, dia adalah seorang rawi yang matruk.10

Kata Imam an-Nasa’i:

“Furaat bin as-Saa’ib Matrukul hadits.”

Dan kata Imam al-Bukhari dalam Tarikhul Kabir:

“Para Ahli Hadits meninggalkannya, karena dia seorang rawi munkarul hadits, serta dia termasuk rawi yang matruk kata Imam ad-Daraquthni.”11

HADITS KEENAM

“Sesungguhnya di Surga ada sungai yang dinamakan ‘Rajab’ airnya lebih putih dari susu dan lebih manis dari madu, barangsiapa yang puasa satu hari pada bulan Rajab maka Allah akan memberikan minum kepadanya dari air sungai itu.”

Keterangan: HADITS INI BATHIL

Hadits ini diriwayatkan oleh ad-Dailamy (I/2/281) dan al-Ashbahany di dalam kitab at-Targhib (I-II/224) dari jalan Mansyur bin Yazid al-Asadiy telah menceritakan kepada kami Musa bin ‘Imran, ia berkata: “Aku mendengar Anas bin Malik berkata, …”

Imam adz-Dzahaby berkata:

“Mansyur bin Yazid al-Asadiy meriwayatkan darinya, Muhammad al-Mughirah tentang keutamaan bulan Rajab. Mansyur bin Yazid adalah rawi yang tidak dikenal dan khabar (hadits) ini adalah bathil.”12

Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albany berkata:

“Musa bin ‘Imraan adalah majhul dan aku tidak mengenalnya.”13

HADITS KETUJUH.

“Barangsiapa berpuasa tiga hari pada bulan Rajab, dituliskan baginya (ganjaran) puasa satu bulan, barangsiapa berpuasa tujuh hari pada bulan Rajab, maka Allah tutupkan baginya tujuh buah pintu api Neraka, barangsiapa yang berpuasa delapan hari pada bulan Rajab, maka Allah membukakan baginya delapan buah pintu dari pintu-pintu Surga. Dan barang siapa puasa nishfu (setengah bulan) Rajab, maka Allah akan menghisabnya dengan hisab yang mudah.”

Keterangan: HADITS INI PALSU

Hadits ini termaktub dalam kitab al-Fawaa’idul Majmu’ah fil Ahaadits al-Maudhu’ah (no. 288). Setelah membawakan hadits ini asy-Syaukani berkata: “Suyuthi membawakan hadits ini dalam kitabnya, al-Laaliy al-Mashnu’ah, ia berkata: ‘Hadits ini diriwayatkan dari jalan Amr bin al-Azhar dari Abaan dari Anas secara marfu’.’”

Dalam sanad hadits tersebut ada dua perawi yang sangat lemah14

Hadits ini diriwayatkan juga oleh Abu Syaikh dari jalan Ibnu ‘Ulwan dari Abaan.

Kata Imam as-Suyuthi:

“Ibnu ‘Ulwan adalah pemalsu hadits.” [Lihat al-Fawaaidul Majmu’ah (hal. 102, no. 288).

Sebenarnya masih banyak lagi hadits-hadits tentang keutamaan Rajab, shalat Raghaa'ib dan puasa Rajab, akan tetapi karena semuanya sangat lemah dan palsu, penulis mencukupkan tujuh hadits saja.

PENJELASAN PARA ULAMA TENTANG MASALAH RAJAB

[1]. Imam Ibnul Jauzy menerangkan bahwa hadits-hadits tentang Rajab, Raghaa’ib adalah palsu dan rawi-rawi majhul. [Lihat al-Maudhu’at (II/123-126)]

[2]. Kata Imam an-Nawawy:

“Shalat Raghaa-ib ini adalah satu bid’ah yang tercela, munkar dan jelek.” [Lihat as-Sunan wal Mubtada’at (hal. 140)]

Kemudian Syaikh Muhammad Abdus Salam Khilidhir, penulis kitab as-Sunan wal Mubtada’at berkata: “Ketahuilah setiap hadits yang menerangkan shalat di awal Rajab, pertengahan atau di akhir Rajab, semuanya tidak bisa diterima dan tidak boleh diamalkan.” [ Lihat as-Sunan wal Mubtada’at (hal. 141)]

[3]. Kata Syaikh Muhammad Darwiisy al-Huut: “Tidak satupun hadits yang sah tentang bulan Rajab sebagaimana kata Imam Ibnu Rajab.” [Lihat Asnal Mathaalib (hal. 157)]

[4]. Kata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (wafat th. 728 H):

“Adapun shalat Raghaa’ib, tidak ada asalnya (dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam), bahkan termasuk bid’ah…. Atsar yang menyatakan (tentang shalat itu) dusta dan palsu menurut kesepakatan para ulama dan tidak pernah sama sekali disebutkan (dikerjakan) oleh seorang ulama Salaf dan para Imam…”

Selanjutnya beliau berkata lagi:

“Shalat Raghaa’ib adalah BID’AH menurut kesepakatan para Imam, tidak pernah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyu-ruh melaksanakan shalat itu, tidak pula disunnahkan oleh para khalifah sesudah beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan tidak pula seorang Imam pun yang menyunnahkan shalat ini, seperti Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Ahmad, Imam Abu Hanifah, Imam ats-Tsaury, Imam al-Auzaiy, Imam Laits dan selain mereka.

Hadits-hadits yang diriwayatkan tentang itu adalah dusta menurut Ijma’ para Ahli Hadits. Demikian juga shalat malam pertama bulan Rajab, malam Isra’, Alfiah nishfu Sya’ban, shalat Ahad, Senin dan shalat hari-hari tertentu dalam satu pekan, meskipun disebutkan oleh sebagian penulis, tapi tidak diragukan lagi oleh orang yang mengerti hadits-hadits tentang hal tersebut, semuanya adalah hadits palsu dan tidak ada seorang Imam pun (yang terkemuka) menyunnahkan shalat ini… Wallahu a’lam.” [Lihat Majmu’ Fataawa (XXIII/132, 134)]

[5]. Kata Ibnu Qayyim al-Jauziyyah:

“Semua hadits tentang shalat Raghaa’ib pada malam Jum’at pertama di bulan Rajab adalah dusta yang diada-adakan atas nama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan semua hadits yang menyebutkan puasa Rajab dan shalat pada beberapa malamnya semuanya adalah dusta (palsu) yang diada-adakan.”15

[6]. Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalany mengatakan dalam kitabnya, Tabyiinul ‘Ajab bima Warada fii Fadhli Rajab:

“Tidak ada riwayat yang sah yang menerangkan tentang keutamaan bulan Rajab dan tidak pula tentang puasa khusus di bulan Rajab, serta tidak ada pula hadits yang shahih yang dapat dipegang sebagai hujjah tentang shalat malam khusus di bulan Rajab.”

[7]. Imam al-‘Iraqy yang mengoreksi hadits-hadits yang terdapat dalam kitab Ihya’ ‘Uluumuddin, menerangkan bahwa hadits tentang puasa dan shalat Raghaa’ib adalah hadits maudhu’ (palsu). [Lihat Ihya’ ‘Uluumuddin (I/202)]

[8]. Imam asy-Syaukani menukil perkataan ‘Ali bin Ibra-him al-‘Aththaar, ia berkata dalam risalahnya: “Sesungguhnya riwayat tentang keutamaan puasa Rajab, semuanya adalah palsu dan lemah, tidak ada asalnya (dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam).” [Lihat al-Fawaa-idul Majmu’ah fil Ahaaditsil Maudhu’ah (hal. 381)]

[9]. Syaikh Abdus Salam, penulis kitab as-Sunan wal Mubtada’at menyatakan: “Bahwa membaca kisah tentang Isra’ dan Mi’raj dan merayakannya pada malam tang-gal dua puluh tujuh Rajab adalah BID’AH. Berdzikir dan mengadakan peribadahan tertentu untuk merayakan Isra’ dan Mi’raj adalah BID’AH, do’a-do’a yang khusus dibaca pada bulan Rajab dan Sya’ban semuanya tidak ada sumber (asal pengambilannya) dan BID’AH, sekiranya yang demikian itu perbuatan baik, niscaya para Salafush Shalih sudah melaksanakannya.” [Lihat as-Sunan wal Mubtada’at (hal. 143)]

[10]. Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdullah bin Baaz, ketua Dewan Buhuts ‘Ilmiyyah, Fatwa, Da’wah dan Irsyad, Saudi Arabia, beliau berkata dalam kitabnya, at-Tahdzir minal Bida’ (hal. 8): “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Shahabatnya tidak pernah mengadakan upacara Isra’ dan Mi’raj dan tidak pula mengkhususkan suatu ibadah apapun pada malam tersebut. Jika peringatan malam tersebut disyar’iatkan, pasti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan kepada ummat, baik melalui ucapan maupun perbuatan. Jika pernah dilakukan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, pasti diketahui dan masyhur, dan ten-tunya akan disampaikan oleh para Shahabat kepada kita…

Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling banyak memberi nasihat kepada manusia, beliau telah menyampaikan risalah kerasulannya sebaik-baik penyampaian dan telah menjalankan amanah Allah dengan sempurna.

Oleh karena itu, jika upacara peringatan malam Isra’ dan Mi’raj dan merayakan itu dari agama Allah, ten-tunya tidak akan dilupakan dan disembunyikan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, tetapi karena hal itu tidak ada, maka jelaslah bahwa upacara tersebut bukan dari ajaran Islam sama sekali. Allah telah menyempurnakan agama-Nya bagi ummat ini, mencukupkan nikmat-Nya dan Allah mengingkari siapa saja yang berani mengada-adakan sesuatu yang baru dalam agama, karena cara tersebut tidak dibenarkan oleh Allah:

“Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam jadi agama bagimu.” [Al-Maa-idah: 3]

KHATIMAH

Orang yang mempunyai bashirah dan mau mendengarkan nasehat yang baik, dia akan berusaha meninggalkan segala bentuk bid’ah, karena setiap bid’ah adalah sesat, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

“Tiap-tiap bid’ah itu sesat dan tiap-tiap kesesatan di Neraka.” 16

Para ulama, ustadz, kyai yang masih membawakan hadits-hadits yang lemah dan palsu, maka mereka digo-longkan sebagai pendusta.

Sebagaimana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

Dari Samurah bin Jundub dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barang-siapa yang menceritakan satu hadits dariku, padahal dia tahu bahwa hadits itu dusta, maka dia termasuk salah seorang dari dua pendusta.” [HSR. Ahmad (V/20), Muslim (I/7) dan Ibnu Majah (no. 39)]

Maraji’

[1]. Shahih al-Bukhari.
[2]. Shahih Muslim.
[3]. Sunan an-Nasaa-i.
[4]. Sunan Ibni Majah.
[5]. Musnad Imam Ahmad.
[6]. Shahih Ibni Hibban.
[7]. Zaadul Ma’aad fii Hadyi Khairil ‘Ibaad, oleh Syaikhul Islam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, cet. Mu-assasah ar-Risalah, th. 1412 H.
[8]. Maudhu’atush Shaghani.
[9]. Al-Manaarul Muniif fish Shahih wadh Dha’if, oleh Syaikhul Islam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah.
[10]. Al-Maudhu’at, oleh Imam Ibnul Jauzy, cet. Daarul Fikr, th. 1403 H.
[11]. Mizaanul I’tidal, oleh Imam adz-Dzahaby, tahqiq: ‘Ali Muhammad al-Bajaawy, cet. Daarul Fikr.
[12]. Al-Mashnu’ fii Ma’rifatil Haditsil Maudhu’, oleh Syaikh Ali al-Qary al-Makky.
[13]. Al-Fawaa-idul Majmu’ah fil Ahaadits Maudhu’at oleh asy-Syaukany, tahqiq: Syaikh ‘Abdurrahman al-Ma’allimy, cet. Al-Maktab al-Islamy, th. 1407 H.
[14]. Tanziihus Syari’ah al-Marfu’ah ‘anil Akhbaaris Syanii’ah al-Maudhu’at, oleh Abul Hasan ‘Ali bin Muhammad bin ‘Araaq al-Kinani.
[15]. Taqriibut Tahdziib, oleh al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqa-lany, cet. Daarul Kutub al-‘Ilmiyyah.
[16]. Adh-Dhu’afa wa Matrukin, oleh Imam an-Nasa-i.
[17]. At-Taghib wat Tarhib, oleh Imam al-Mundziri.
[18]. Silsilah Ahaadits adh-Dha’ifah wal Maudhu’ah, oleh Imam Muhammad Nashiruddin al-Albany.
[19]. Al-Laali al-Mashnu’ah, oleh al-Hafizh as-Suyuthy.
[20]. Adh-Dhu’afa wal Matrukin, oleh Imam an-Nasa-i.
[21]. Al-Jarhu wat Ta’dil, oleh Imam Ibnu Abi Hatim ar-Razy.
[22]. As-Sunan wal Mubtada’at, oleh Muhammad Abdus Salam Khilidhir.
[23]. Asnal Mathaalib fii Ahaadits Mukhtalifatil Maraatib, oleh Muhammad Darwisy al-Huut.
[24]. Majmu’ Fataawa, oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah.
[25]. Al-Manaarul Muniif fis Shahih wadh Dha’if, oleh Syaikhul Islam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah.
[26]. Tabyiinul ‘Ajab bimaa Warada fiii Fadhli Rajab, oleh al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalany.
[27]. Ihya’ ‘Uluumuddin, oleh Imam al-Ghazzaly.
[28]. At-Tahdziir minal Bida’, oleh Imam ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdullah bin Baaz.
[29]. Misykaatul Mashaabih, oleh Imam at-Tibrizy, takhrij: Imam Muhammad Nashiruddin al-Albany.

[Disalin dari kitab Ar-Rasaail Jilid-1, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka Abdullah, Cetakan Pertama Ramadhan 1425H/Oktober 2004M]

Sumber:, dari: al-akh Maramis Setiawan dari almanhaj.or.id

Catatan Kaki:

  1. Zaadul Ma’aad (I/375) cet. Muassasah ar-Risalah
  2. HR. Muslim (no. 1144 (148)) dan Ibnu Hibban (no. 3603), lihat Silsilatul Ahaadits ash-Shahihah (no. 980)
  3. Lihat Maudhu’atush Shaghani (I/61, no. 129)
  4. Al-Manaarul Muniif fish Shahih wadh Dha’if (no. 168-169)
  5. Al-Maudhu’at (II/125), oleh Ibnul Jauzy
  6. Periksa: Mizaanul I’tidal (III/142-143, no. 5879)
  7. Lihat al-Mashnu’ fii Ma’rifatil Haditsil Maudhu’ (no. 206, hal. 128), oleh Syaikh Ali al-Qary al-Makky (wafat th. 1014 H)
  8. Lihat al-Maudhu’at Ibnul Jauzy (II/123), al-Fawaa’idul Majmu’ah fil Ahaadits Maudhu’at oleh as-Syaukany (no. 144) dan Tanziihus Syari’ah al-Marfu’ah ‘anil Akhbaaris Syanii’ah al-Maudhu’at (II/89), oleh Abul Hasan ‘Ali bin Muhammad bin ‘Araaq al-Kinani (wafat th. 963 H)
  9. Al-Maudhu’at (II/123-124)
  10. Lihat al-Fawaa-id al-Majmu’ah (no. 290)
  11. Lihat adh-Dhu’afa wa Matrukin oleh Imam an-Nasa’i (no. 512), al-Jarh wat Ta’dil (VII/80), Mizaanul I’tidal (III/341) dan Lisaanul Mizaan (IV/430).
  12. Lihat Mizaanul I’tidal (IV/ 189)
  13. Lihat Silsilah Ahaadits adh-Dha’ifah wal Maudhu’ah (no. 1898)
  14. (1). ‘Amr bin al-Azhar al-‘Ataky.

    Imam an-Nasa-i berkata: “Dia Matrukul Hadits.”

    Sedangkan kata Imam al-Bukhari: “Dia dituduh sebagai pendusta.”

    Kata Imam Ahmad: “Dia sering memalsukan hadits.”

    (Periksa, adh-Dhu’afa wal Matrukin (no. 478) oleh Imam an-Nasa-i, Mizaanul I’tidal (III/245-246), al-Jarh wat Ta’dil (VI/221) dan Lisaanul Mizaan (IV/353))

    (2). Abaan bin Abi ‘Ayyasy, seorang Tabi’in shaghiir.

    Imam Ahmad dan an-Nasa-i berkata: “Dia Matrukul Hadits (ditinggalkan haditsnya).”

    Kata Yahya bin Ma’in: “Dia matruk.”

    Dan beliau pernah berkata: “Dia rawi yang lemah.”

    (Periksa: Adh Dhu’afa wal Matrukin (no. 21), Mizaanul I’tidal (I/10), al-Jarh wat Ta’dil (II/295), Taqriibut Tahdzib (I/51, no. 142)

  15. Lihat al-Manaarul Muniif fish Shahiih wadh Dha’iif (hal. 95-97, no. 167-172) oleh Ibnul Qayyim, tahqiq: ‘Abdul Fattah Abu Ghaddah
  16. HSR. An-Nasa’i (III/189) dari Jabir radhiyallahu ‘anhu dalam Shahih Sunan an-Nasa’i (I/346 no. 1487) dan Misykatul Mashaabih (I/51)

Penilaian Ilmiyyah terhadap kitab Majmuk Syarif





oleh : Abu Syu'aib


Secara umumnya boleh dikatakan hampir keseluruhan masjid atau surau perhentian di lebuhraya terdapat sebuah buku kecil yang dinamakan sebagai “Majmuk syarif” sama ada ianya dibeli sendiri oleh pihak pengurusan masjid ataupun ianya diwakafkan oleh individu-individu tertentu kepada pihak masjid. Buku ini tersebar dan mudah untuk diperolehi kerana dimana-mana sahaja terdapat mereka yang menjualnya.

Buku yang tidak mempunyai nama pengarang ini menghimpunkan di dalamnya sebahagian surah-surah daripada al-Quran serta fadhilat-fadhilatnya, doa-doa dan zikir-zikir yang dijadikan amalan oleh sebahagian masyarakat. Dukacitanya hampir kesemua doa, zikir dan fadhilat-fadhlatnya yang terkandung di dalam buku ini tidak sahih dari Nabi s.a.w. bahkan tidak keterlaluan jika dikatakan ianya hanya rekaan manusia yang tidak mempunyai asal di dalam agama.

hukum berdusta menggunakan Nama baginda s.a.w.

Berdusta ke atas nama Rasulullah s.a.w. merupakan dosa yang besar dan diberi ancaman kepada si pelakunya dengan neraka. Hadis-hadis di dalam persoalan ini telah disebut oleh ulamak hadis sebagai hadis yang mutawatir.

Abu Hurairah r.a berkata . Nabi s.a.w. bersabda

مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ.

Sesiapa yang berdusta ke atas namaku dengan sengaja maka siap tempat duduknya di dalam neraka.
(al-Bukhari dan Muslim)

Daripada al-Mughirah dia mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda:

إِنَّ كَذِبًا عَلَيَّ لَيْسَ كَكَذِبٍ عَلَى أَحَدٍ مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ

Sesungguhnya berdusta ke atas namaku bukanlah seperti berdusta kepada seseorang, sesiapa yang berdusta ke atas namaku dengan sengaja maka siaplah tempat duduknya di dalam neraka.
(al-Bukhari dan Muslim)

Berbohong ke atas Rasulullah s.a.w. ialah menyandarkan sesuatu perkara kepada Rasulullah sedangkan baginda tidak menyebutnya. Imam al-Nawawi menyebut berdusta itu ialah memberitahu tentang sesuatu yang bercanggah dengan perkara tersebut sama ada sengaja atau kerana kelalaian.

Hadis-hadis ini memberi amaran kepada sesiapa sahaja yang mereka-reka dan membuat hadis palsu lalu disandarkan kepada Rasulullah s.a.w. sedang Rasulullah tidak menyatakannya maka tempatnya adalah di neraka. Maka haram dan berdosa besar hukumnya kepada mereka yang melakukan perkara ini.

Ciri-ciri hadis palsu

Sesungguhnya Allah s.w.t. telah menyatakan di dalam al-Quran bahawasanya Dialah yang akan menjaga agama ini. Apabila Allah menjaga agama ini dengan memelihara al-Quran dari sebarang penyelewengan secara tidak langsung Allah juga menjaga sunnah Rasul-Nya Muhammad s.a.w. melalui perintahnya untuk mentaati Rasul-Nya. Nabi Muhammad s.a.w. turut memberikan penyelesaian kepada masalah yang dihadapi oleh ummatnya iaitu hendaklah memegang teguh kepada sunnahnya.
Maka Allah telah menganugerahkan kepada ummat ini dengan para ulamak yang ikhlas mempertahankan agama-Nya ini, menjelaskan kepada ummat tentang hadis-hadis baginda serta mengasingkan antara yang sahih boleh beramal dan yang dhoif (lemah dan Maudu’ (palsu) yang sama sekali tidak boleh beramal dengannya. Demikian agama Allah ini dijaga dan dipelihara dari sebarang unsur yang boleh merosak serta memesongkan agama ini dari jalan yang lurus.

Oleh itu para ulamak hadis telah meletakkan kaedah-kaedah yang penting bagi mengetahui ciri-ciri sesuatu hadis itu sama ada ianya palsu atau tidak. Antaranya:

1. Sekiranya sesebuah hadis itu bertentangan dengan al-Quran, kerana al-Quran dan sunnah nabawiyyah sumbernya hanya satu iaitu kedua-duanya wahyu daripada Allah.

2. Sesebuah hadis yang bertentangan dengan sunnah mutawatir yang sahih, kerana sunnah bersumberkan dari Rasulullah  dan Rasulullah  tidak bercakap menurut hawa nafsunya bahkan ianya wahyu yang duwahyukan kepadanya.

3. Hadis-hadis yang mengandungi unsur-unsur yang berlebih-lebihan (mujazafah) yang tidak pernah nabi mengucapkan seperti yang demikian. Antaranya melampau-lampau dalam menyatakan ancaman atau sesuatu ganjaran yang besar hanya kerana perbuatan atau amalan yang ringan. Hadis seperti ini banyak diriwayatkan oleh para (qussas) penceramah atau (zuhhad) orang-orang yang zuhud dan seumpamanya.

Contoh perkara-perkara yang telah disebutkan di atas ini terkandung di dalam buku yang sedang dibincangkan ini iaitu majmuk syarif.

Fadhilat sesuatu amalan ditentukan oleh dalil

Fadhilat atau kelebihan sesuatu amalan itu mesti datangnya dari perkhabaran al-Quran atau sunnah Nabi s.a.w. Ini disebabkan fadhilat itu adalah suatu benda yang ghaib yang tidak ada jalan lain untuk mengetahuinya melainkan melalui perkhabaran wahyu. Penentuan sesuatu fadhilat tertentu kepada amalan yang tertentu itu datangnya dari Allah s.w.t. Maka seseorang tidak boleh mendakwa sesuatu amalan itu ada fadhilat tertentu tanpa membawakan dalil daripada Al-Quran atau sunnah yang sahih.

Kandungan Majmuk Syarif

Antara isi kandungan buku majmuk syarif ini ialah:-

Fadhilat surah

Kandungan yang terkandung di dalam buku majmuk syarif ini ialah pertamanya dibawakan beberapa surah dari al-Quran iaitu surah Yasin, al-Kahfi, al-Sajdah, al-Fath, al-Rahman, al-Waqi’ah, al-Mulk, Nuh, al-Muzammil dan al-Naba’. Tiga daripada surah-surah ini dinyatakan fadhilat-fadhilatnya iaitu Yasin, al-Kahfi dan al-Sajdah. Tetapi malangnya riwayat-riwayat yang dinyatakan merupakan riwayat yang palsu dan riwayat yang tidak ada asalnya.

Kaifiyyat doa nisfu sya’ban

Dinyatakan “Inilah kaifiyyat membaca doa nisfu sya’ban bahawa hendaklah sembahyang sunat kemudian daripada sembahyang maghrib 2 rakaat maka ayatnya yang pertama kemudian daripada fatihah ‘Qulya ayyuhal kafirun’ dan ayatnya yang kedua kemudian daripada fatihah ‘Qulhu wallahu ahad’ kemudian memberi salam maka membaca yasin 3 kali dengan niat yang pertama minta dipanjangkan umur kerana ibadat kepada Allah ta’ala dan niat yang kedua minta rezeki yang banyak serta halal kerana buat bekal ibadat kepada Allah ta’ala dan niat yang ketiga minta ditetapkan iman kemudian membaca doa ini: اللّهُم ياذا المنِّ ولا يُمَنُّ عَليكَ ياذاَ الجَلاَلِ والإكْرَامِ… s ehingga akhirnya (majmuk syarif, hal: 99-100)

Kaifiyyat seperti ini tidak ada dalam sunnah Nabi s.a.w. Para ulamak hadis telah meletakkan kaedah umum yang menyatakan semua hadis-hadis yang menyebutkan pensyariatan sembahyang malam nisfu sya’ban kesemuanya hadis-hadis yang batil.

Syeikh Muhammad al-Syaqiri al-Hawamidi berkata:

“Solat 6 rakaat pada malam nisfu sya’ban dengan niat menolak bala’ dan niat supaya dipanjangkan serta membaca yasin dan berdoa tidak syak lagi ianya merupakan perkara baru (bid’ah) dalam agama. Ianya juga bercanggah dengan sunnah Rasulullah s.a.w. Orang yang mensyarahkan kitab Ihya’ berkata: Solat ini (6 rakaat malam nisfu sya’ban) masyhur di dalam kitab-kitab yang terkemudian yang datang daripada sufi dan aku tidak dapati solat ini juga doanya mempunyai sandaran yang sahih dalam sunnah. Tatapi ianya berasal dari amalan para masyaikh. Berkata Ashabuna: Sesungguhnya dibenci berkumpul untuk menghidupkan malam nisfu sya’ban sama ada di masjid atau selainnya. Al-Najmu al-Ghaithi ketika mengulas tentang menghidupkan malam nisfu sya’ban secara berjamaah beliau berkata: Bahawasanya perbuatan ini telah diingkari oleh para ulamak ahli Hijaz antaranya Atho’ dan Ibn Abi Mulaikah, juga para fuqahak Madinah serta Ashab Imam Malik dan mereka semua menyatakan ianya bid’ah. Tidak thabit dari Nabi s.a.w. dan juga para sahabat menghidupkannya secara berjamaah. Imam al-Nawawi berkata: Solat rejab dan sya’ban merupakan bid’ah yang mungkar lagi buruk”.(al-Sunan wal Mubtadaat hlm 128-129)

Syeikh al-Hawamidi berkata lagi:

“Adapun doa اللّهُم ياذا المنِّ ولا يُمَنُّ عَليكَ ياذاَ الجَلاَلِ والإكْرَامِ… sehingga akhirnya, telah diketahui melalui syarah kepada kitab Ihya’ bahawasanya ianya doa yang tidak ada asalnya. (al-Sunan wal Mubtadaat hlm 72)

Faedah istighfar rejab.

Di dalam Majmuk syarif halaman 101 menyatakan: Telah sabda Rasulullah s.a.w. kepada saidina Ali bin Abi Talib r.h. hai Ali suruh olehmu akan raja istighfar ini barangsiapa membaca istighfar ini atau ditaruh pada rumahnya atau pada mata bendanya atau menanggung akan dia sertanya, maka dikurniai Allah ta’ala akan dia pahala 80 ribu nabi, dan 80 ribu pahala siddiqin, dan 80 ribu malaikat, dan 80 ribu orang yang syahid, dan 80 ribu masjid dan barangsiapa yang membaca istighfar ini selama-lama hidupnya 4 kali atau3 kali atau 2 kali maka diampun Allah ta’ala baginya dosanya. Jikalau diwajibkan neraka sekalipun diampun Allah ta’ala jua. maka hendaklah dibaca akan dia pada tiap-tiap malam atau siang supaya dapatlah pahala yang tersebut itu. Dan sabda nabi s.a.w. barangsiapa membaca akan istighfar ini maka dibuat baginya 80 negeri di dalam syurga dan tiap-tiap negeri itu 80 mahligai dan pada tiap-tiap satu mahligai 80 buah rumah dan pada tiap-tiap buah rumah satu pemajangan dan pada tiap-tiap satu pemajangan itu 80 bantal dan pada tiap-tiap satu bantal itu 8 bidadari. kemudian dinyatakan istighfar tersebut.

Inilah antara contoh (mujazafah) berlebih-lebihan dalam menyatakan ganjaran yang sangat besar bagi sesuatu amalan yang ringan, dengan hanya membaca istighfar ini maka pengamalnya akan mendapat pahala 80 ribu nabi, malaikat dan sebagainya. Adalah mustahil bagi sesiapa sahaja yang beramal dengan amalan tertentu boleh mencapai darjat para nabi. Imam Ibnu al-Qayyim menyatakan: “Seolah-olah si pendusta yang keji ini tidak mengetahui bahawasanya selain dari nabi, walaupun dia bersembahyang selama umur nabi Nuh sekalipun dia tidak akan mencapai pahala seorang nabi pun”. (al-Manar al-Munif)

Kenyataan bahawa ini adalah raja istighfar bercanggah dengan hadis yang sahih yang diriwayatkan dari syaddad bin Aus :

“عن النبي  قال: سَـيِّدُ الإستِغْـفَار: اللهُـمَّ أنتَ ربِّي، لا إلـهَ إلا أنتَ، خَلَقْتَنِي، وأناَ عَبْدُكَ وأناَ عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ، أعُوْذُ بِكَ مِن شَـرِّ ما صَنَعْتُ، أبُـوْءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَليَّ وأبُـوءُ بِذَنْبِي فَاغْفِرْ لِي، فَإِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إلا أنْتَ”.

Maksudnya:

Nabi s.a.w. bersabda bahawa istighfar inilah yang dinamakan penghulu istighfar, sesiapa yang membacanya pada waktu petang kemudian mati pada malamnya akan memasuki syurga, dan sesiapa yang membacanya pada waktu pagi kemudian mati pada hari itu akan memasuki syurga.(al-Bukhari)

doa awal dan akhir tahun

Seterusnya dinyatakan, inilah doa akhir tahun iaitu hendaklah dibaca 3 kali pada akhirnya waktu asar hari ke 29 atau 30 daripada bulan zulhijjah, maka barangsiapa membaca doa ini daripada waktu yang telah tersebut maka berkatalah syaitan kesusahanlah bagiku dan sia-sialah pekerjaanku pada setahun ini dibinasakan dengan satu saat jua dengan sebab membaca doa-doa ini maka diampuni Allah Ta’ala sekalian dosanya yang setahun ini. Inilah doanya:

وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِناَ وَمَوْلاَناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ، اللّهُمَّ ماَ عَمِلْتُ فِي هَذِهِ السَّنَةِ مِمَّا نَهَيْتَنِي عَنْهُ فَلَمْ أَتُبْ مِنْهُ ولَمْ ترضه ولم تَنْسَهُ وحَلِمْتَ عَلَيَّ بعدَ قُدْرَتِكَ على عُقُوبَتِي ودَعَوتَنِي إلَى التَّوْبَةِ منه بعد جُرْآتِي على مَعْصِيَتِكَ فَإنِي استغفرك فاغفرلِي وما عَمِلْتُ فيها مِمَّا ترضاه ووَعَدْتَنِي عليه الثَّوابَ فأسئلك اللهم يا كَرِيْمُ ياذا الجلال والإكرام أن تتَقَبَّلَهُ مِنِّي ولا تَقْطَعُ رَجَاِئي مِنْكَ يا كرِيْمُ وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ.

Sementara fadhilat doa awal tahun pula dinyatakan, Inilah fadhilat doa awal tahun iaitu hendaklah dibaca dia ini 3 kali kemudian daripada sembahyang maghrib pada malam satu haribulan Muharram dan barangsiapa membaca ini maka bahawasanya syaitan berkata Ia telah amanlah anak adam ini daripada aku barang yang tinggal daripada umurnya pada ini tahun kerana bahawasanya Allah Ta’ala telah mewakilkan dua malaikat memelihara akan dia daripada fitnah syaitan, inilah doanya:

وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِناَ وَمَوْلاَناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ، اللّهُمَّ أنت الاَبَدِيُّ القَدِيْمُ الأوَّلُ وعلى فَضْلِكَ العَظِيْمِ وُجُودِكَ المُعَوَّلِ، وهذا عَامٌ جَدِيْدٌ قد أقبَلَ نَسْأَلُكَ العِصْمَةَ فيه من الشيطانِ وأوْلِياَئِهِ وجُنُودِهِ، والعَوْنَ على هذه النَّفْسِ الأمارة بالسوءِ، والاشتِغاَلَ بما يُقَرِّبُنِي إلَيكَ زُلْفَى ياذا الجلالِ والإكرامِ يا ارحمَ الراحِمِيْنَ وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِناَ وَمَوْلاَناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ.

Jamaluddin al-Qasimi berkata doa ini ialah doa yang direka dan tidak berasal dari Nabi s.a.w. tidak juga berasal dari para sahabat, tabiin dan tidak diriwayatkan dalam musnad-musnad sehinggakan ianya tidak wujud dalam kitab maudhuat (iaitu kitab yang memuatkan hadis-hadis palsu). Doa ini hanya dicipta oleh syeikh jadi-jadian. Dan perkataan “berkatalah syaitan kesusahanlah bagiku dan sia-sialah pekerjaanku pada setahun ini dibinasakan dengan satu saat jua dengan sebab membaca doa-doa ini” merupakan suatu pembohongan yang sangat besar ke atas Allah dan Rasul-Nya. (Islahul Masajid hlm 129)

Doa Haikal

Satu lagi doa yang tidak warid dari Nabi s.a.w. serta fadhilat yang melampau-lampau terkandung dalam majmuk syarif ialah doa haikal. Dinyatakan seperti berikut “ Inilah khasiat fadhilat doa haikal yakni tujuh doa daripada nombor 1 sampai 7 dan sampai Qul ‘Auzu birab binnas bahawasanya adalah diriwayatkan oleh nabi kita s.a.w. pada suatu hari sedang nabi kita duduk dalam masjid madinah maka

Jibrail alaihi salam pun datang membawa firman ujarnya : wahai Rasulullah salamullah ta’ala pada tuan hamba dan firmannya hai kekasihku adapun doa HAIKAL yakni 7 doa ini dihantarkan Tuhan pada tuan hamba maka barangsiapa yang tiada percaya pada doa ini KAFIR lah ia dan barangsiapa membaca dia atau menyimpan dia maka Allah subhanahu wa ta’ala melepaskan dia dan ibu bapanya daripada api neraka.

Ya Muhammad s.a.w. barangsiapa menaruh doa ini di dalam rumahnya maka tiada boleh masuk jin dan syaitan ke dalam rumahnya itu. Ya Muhammad barangsiapa suratkan doa ini dan dipakai diperbuat tangkal nescaya terlepaslah ia daripada azab sengsara dan wabak dan duduk dalam aman dan lagi barangsiapa yang menaruh doa ini sentiasalah ia dihormati orang termulialah ia pada orang banyak dan ketika hendak mati pun tiadalah ia merasai azab sakarat maut itu maka dengan mudahnya sahaja nyawa itu keluar. Barangsiapa membaca doa ini tiap-tiap hari dan jika tiada boleh membaca diperbuatnya azimat nescaya beroleh pahala umpama membaca

-70 ribu kali khatam quran dan
-70 ribu mati syahid dan
-70 ribu naik haji dan
-mendapat kebajikan seumpama membuat 70 ribu masjid
-memerdekakan 70 ribu hamba
-Menjamu 70 ribu orang berbuka puasa
-70 orang hafaz quran
-70 ribu alam
-70 ribu ahli ibadah
-70 ribu malaikat
-70 ribu nabi dan beroleh kekayaan, kebesaran Jibrail, Mikail, Israfil, Izrail.

Ya Muhammad s.a.w. barangsiapa menaruh, maka dengan berkatnya terlepas ia daripada segala orang yang membuat fitnah dan luputlah ia dari sekalian orang yang membuat fitnah dan luputlah ia daripada sekalian bala’ dan jika ada dia berhutang nescaya terlepaslah ia daripada hutangnya itu dan segala musuhnya pun binasalah.

Kemudian dalam buku tersebut membawa beberapa contoh kejadian aneh yang berlaku ke atas pengamal doa Haikal tersebut.
Diceritakan ada seorang yang telah dituduh mencuri di negeri Baghdad, apabila dibawa kepada hakim Baghdad ia telah dijatuhkan hukuman pancung. Maka si tukang pemancung itu pun cuba memancung kepala lelaki tersebut tetapi sedikit pun tidak dapat mencederakannya. Kemudian diselamkan lelaki tersebut tetapi tidak lemas, kemudian dibakar, tetapi tidak terbakar. Melihatkan keadaan yang demikian itu maka hakim bertanya kepada lelaki tersebut apakah amalan yang diamalkannya? Maka jawab lelaki tersebut dikepalaku terdapat fadhilat doa Haikal, maka dengan berkat doa itu tidak akan terjadi sesuatu pun terhadapku, dan suatu bala’ pun tidak akan menghampiriku…”

Inilah fadhilat-fadhilat yang disebutkan di dalamnya. Dan diakhir fadhilat yang dinyatakan dalam kitab tersebut “Adapun fadhilat doa haikal ini terlalu banyak kadar diambil ringkasnya sahaja disini, sesungguhnya tiadalah syak lagi barangsiapa tiada percaya doa ini nescaya menjadi KAFIR”.

Hukam-hakam syarak dibina di atas dalil al-Quran dan sunnah. Ancaman kafir sesiapa yang tidak mempercayai doa ini adalah satu pembohongan kerana ianya tidak diketahui dari manakah datangnya fadhilat-fadhilat terhadap doa ini sedangkan persoalan Takfir merupakan hukum syarak. Sekiranya dilihat dari fadhilat doa ini seolah-olah cukup hanya mengamalkan doa ini kita akan mendapat pahala yang sangat besar seperti pahala 70 ribu nabi dan sebagainya. Ianya juga tidak masuk akal dan bertentangan dengan al-Quran. Al-Quran menyatakan Lailatul Qadar lebih baik dari seribu bulan. Adakah doa ini lebih baik dari Lailatul-Qadar?

Dukacita kita nyatakan disini bahawasanya secara tidak langsung doa ini akan meninggalkan kesan-kesan yang buruk kepada pengamalnya apatah lagi mereka yang mengamalkan doa ini terdiri daripada mereka yang jahil terhadap agama.

Antara kesan buruk yang boleh kita senaraikan disini ialah:

1- Masalah takfir iaitu dengan mudah menghukumkan kafir kepada mereka yang tidak mempercayai fadhilat doa ini. Sedangkan fadhilat-fadhilat yang dinyatakan jelas bertentangan dengan al-Quran dan sunnah.

2- Menjadikannya tangkal atau azimat sedangkan ianya jelas diharamkan di dalam Islam. Ini akan menyebabkan seseorang itu terpesong aqidahnya dengan sebab mempercayai tangkal dapat menghilangkan azab sengsara, menjauhkan bala’ dan sebagainya.

3- Dengan membacanya mendapat pahala 70 ribu pahala nabi, rasul sehinggakan malaikat pun dapat di atasi dengan hanya membaca doa ini. Ini akan menyebabkan masyarakat menganggap dengan hanya membaca doa ini dia sudah pun mendapat pahala yang tidak terhitung banyaknya menyebabkan mereka meninggalkan perkara-perkara atau kewajipan-kewajipan agama yang lain, contohnya jihad.

4- Mereka yang berhutang akan menganggap dengan membaca doa ini hutang-hutang mereka terlepas. Sedangkan diriwayatkan bahawa Nabi  tidak menyembahyangkan jenazah yang masih lagi belum melangsaikan hutangnya.

5- Dengan membaca serta mengamalkan doa ini akan menjadi kebal. Ditikam tidak tembus, tidak lemas di dalam air dan sebagainya. Ini adalah kepercayaan karut. Sekiranya dengan membaca doa ini akan menjadi kebal sudah tentu nabi dan para sahabat membacanya ketika dalam peperangan badar dan sebagainya, sebaliknya Hamzah telah Syahid dalam peperangan Uhud dan nabi sendiri telah cedera di dalam peperangan yang sama.

Kesimpulan

Inilah antara kandungan yang terdapat di dalam buku kecil ini disamping kandungan yang lainnya seperti talqin mayat, doa kanzul Arasy, dan doa Ukasyah r.a. Malangnya masyarakat kita tidak mengetahuinya dan ianya dijual secara meluas. Bertambah malang apabila para pendakwah kita tidak mengambil berat persoalan seperti ini bahkan turut mempromosikannya kepada masyarakat. Adalah menjadi kewajipan pihak-pihak berwajib di dalam negara ini untuk mengharamkan penyebaran buku kecil ini terutamanya dari pihak yang mencetak buku ini dari terus tersebar di dalam masyarakat kita.